Kamis, 13 September 2012

Alkisah, suatu hari seorang suami yang
setelah pulang dari bekerja, mendapati
rumahnya kosong tidak berpenghuni.
Istrinya tidak berada dirumah kala itu.
Entah mengapa, tiba- tiba seketika itu,
meledaklah emosinya. Hal ini semakin
bertambah, apalagi setelah melihat istrinya
yang tiba- tiba muncul dari balik pintu.
Berkatalah sang suami dengan
kemarahannya yang sangat, " Dari mana
saja kau?, aku capek pulang kerja kau
malah kelayapan di luar "
Si istri tersenyum, dia berniat menjawab
pertanyaan suaminya untuk memberikan
penjelasan, namun tiba- tiba lehernya
terasa seperti tercekik. Sang suami menarik
jilbab panjang yang dipakainya hingga
nyaris sobek. Dan seketika itu pula si istri
terjatuh di tanah.
Sejenak sang istri menghela nafas, dan tak
terasa air matanya jatuh. Tapi ditahannya
mulutnya sendiri agar tidak mengucapkan
sesuatu yang membuat kemarahan
suaminya semakin menjadi- jadi.
" Aku akan membuatkan air hangat untuk
kau mandi, suamiku" kata sang istri sambil
menyeka air matanya dan mencoba
berdiri.
" Tidak usah!" Jawab sang suami dengan
keras.
" Semakin lama, aku bosan dengan
keadaan seperti ini. Aku ingin anak darimu,
tapi mengapa kau malah mandul. Dasar
istri tidak berguna!" Lanjut suaminya
dengan sangat marah.
" Maaf" jawab si istri pelan.
" Sudahlah! tidak ada gunanya kau minta
maaf. Kau ku ceraikan saat ini juga. Aku
ingin wanita yang bisa memberiku anak"
Jawab suaminya.
Sang istri rasanya seperti tersambar petir,
ketika suaminya mengatakan kata cerai
yang begitu tanpa beban keluar dari
mulutnya. Dia benar- benar tak habis pikir,
mengapa suaminya begitu sangat tega
kepadanya, bahkan sebelum dia
memberikan penjelasan tentang apa yang
dilakukannya tadi di luar.
Dia pun bertanya pada dirinya sendiri,
mengapa setelah bertahun- tahun mereka
menikah, dan dengan sepenuh hati dia
telah melayani suaminya, namun dalam
hitungan detik saja, suaminya telah tega
menceraikannya.
Sang istri terus memohon kepada
suaminya agar tidak menceraikannya,
namun suaminya bahkan semakin lagi dan
lagi dalam mengucapkan kata cerai bahkan
sampai 3 kali. Setelah itu, di usirlah sang
istri dari rumahnya.
Keesokan harinya, datanglah seorang ibu
tua yang ingin bertamu hendak menemui
sang istri. Suaminya hanya menjawab
singkat kalau sang istri sudah tidak
menghuni rumah tersebut. Si ibu tua
kemudian minta ijin menjelaskan sebentar
tentang maksud kedatangannya kali ini.
Dia berkata bahwa dia ingin melanjutkan
pembicaraan yang terpotong di hari
sebelumnya tentang niat sang istri tersebut
untuk melamar putrinya tersebut untuk
menjadi istri kedua bagi suaminya.
Mendengar hal itu, Sang suami benar-
benar terkejut dan tidak menyangka,
" Benarkah itu? " tanyanya pendek
" Ya, dia bilang dia ingin menyenangkanmu
dengan memberikanmu istri yang baru,
agar kau beroleh keturunan.Namun dia
tergesa- gesa pulang, karena teringat pada
jam itu kau pasti sudah pulang, dan dia
sangat ingin menyiapkan kebutuhanmu di
rumah" Jawab si ibu menjelaskan
Si suami tidak bisa berkata apa- apa lagi.
Rasanya tercekat tenggorokannya untuk
mengeluarkan bahkan hanya untuk
sebuah kata. Dia tidak menyangka, bahwa
sang istri telah begitu luas hatinya demi
kebahagiaannnya. Namun dia balas semua
itu dengan kata thalak 3 yang dengan
mudah terlontar untuknya begitu saja,
kemarin.
Akhirnya...
Dengan perasaan penuh sesal, sang suami
terus melanjutkan hidup.
Dan kali ini episode hidupnya telah sampai
pada sebuah pernikahannya yang kedua.
Dia menikahi anak dari ibu tua tersebut.
Setelah setahun berlalu, merekapun
ternyata belum kunjung dikaruniai seorang
anak. Terbersit keinginan sang suami untuk
memperoleh keterangan tentang
kesehatannya kepada seorang dokter.
Setelah beberapa hari, diperoleh
keterangan ternyata bahwa dialah yang
mandul.
Seketika, muncullah kembali bayangan
istrinya terdahulu yang begitu sholihah,
sangat pengertian, serta sabar menerima
keadaan. Hal apapun dihadapi istrinya itu
dengan ikhlas tanpa keluhan, walaupun
batin sang istri sendiri sering disakiti oleh
perangai suaminya yang mudah marah dan
sering kali memukulnya.
Rasa penyesalan dan sedih
berkepanjangan semakin menyeruak dalam
benak sang suami saat itu. Dia merasa
bahwa ini adalah hukuman dari Allah
karena telah menyia- nyiakan istrinya
yang terdahulu yang telah dengan setia
menemaninya bertahun- tahun. Bertahun-
tahun pula dia menuduh bahwa sang istri
yang bermasalah karena tidak bisa
mengandung seorang anak. Namun,
ternyata kini semua telah jelas, bahwa
dialah justru yang "bermasalah".
Dan kini, tidak tersisa apapun baginya
kecuali penyesalan yang sangat. Dalam
sedih dia berjanji pada dirinya sendiri
untuk selalu menghormati istrinya, dan
tidak akan dengan gampang mengumbar
amarah kepada istrinya kembali, terutama
dengan tindakan yang begitu ringannya
dia mengobral kata cerai bagi pasangan
hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar